*drum roll*
AKHIRNYAAAAA! chapter ke 2 jadi jugaaak XD di chapter ini menurut author banyak part sad nyaaa. kenapa? emang genre nya gitukan? :p okedeh, check this out!
********************
Sesuai janjinya dengan dokter Minho, Kibum kembali ke rumah sakit. Awalnya Jonghyun bersikeras untuk ikut. Namun Kibum mengingatkan untuk tidak meninggalkan pekerjaan penting hyungnya itu.
“Silahkan masuk,” suster yang sama seperti kemarin, kembali menyapa dan mempersilahkan Kibum masuk.
“Ah, Kibum-ssi! Silahkan duduk,” setelah dipersilahkan duduk, Kibum mendaratkan bokongnya ke kursi hijau yang sama.
“Bagaimana keadaanmu?”
“Baik, dokter.”
“Yak, kita mulai sekarang?”
“Silahkan,”
Dokter Minho kembali mengeluarkan alat perekam dan memencet tombol merah. Dan mulai menggenggam pena di tangan kanannya, bersiap mencatat sesuatu di atas kertas berisi tulisan yang Kibum tak pahami.
“Baiklah, tolong beritahu aku tanggal berapa sekarang?”
“Eumm.. tanggal… ah haha, aku selalu kesulitan dalam mengingat tanggal.” Kibum terkekeh kecil, mengingat kejadian saat ulang tahun Bunnynya.
“Itu sebabnya kau telat satu hari dari perjanjian kita, Kibum-ssi.”
“Ehehe.. mian,” (maaf)
“Hm, baiklah. Apa kau punya adik atau kakak?” kata dokter Minho sambil mencatat sesuatu dalam kertasnya.
“Aku punya seorang hyung,” (aku punya seorang kakak laki-laki)
“Berapa usianya?”
“Eumm.. dua puluh tiga..ah anio! Dua puluh dua! Yak, aku buruk soal perhitungan.” ucap Kibum polos. (Eumm.. dua puluh tiga..ah bukan!)
“Kalau begitu beritahu aku tanggal lahirnya,”
“Eh? Eumm.. empat belas? Ah, aniooo! Itu ulang tahun Bunny. Eumm…” Kibum menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
“Bisakah?” tanya dokter Minho memastikan.
“Aku…” tiba-tiba pikiran Kibum melayang. Ia tidak dapat mengingat apa-apa dalam satu menit.
“Kibum-ssi, apa kau melamun?”
“Anio, aku…”
“Jika mobil berhenti di jalan raya, maka lampu lalu lintas berwarna apakah yang menyala?”
“Pertanyaan macam apa ini, dokter?” Kibum semakin bingung.
“Sstt.. jawab saja pertanyaanku.”
“Bisa tolong diulang pertanyaanmu?”
“Dengan sebutan apa kau memanggil ibu dari sepupumu?”
“Eoh? Itu…” “Berapa satu ditambah dua?”
“Eumm…” sejenak, segenap pertanyaan itu membuat pikiran Kibum melayang. Ia tidak dapat mencerna apapun.
Kibum mengacak rambut white blonde nya, seakan frustasi dengan pertanyaan yang terus menusuk-nusuk otaknya.
“Eumm.. dokter, bisakah kau katakan.. apa yang sebenarnya terjadi padaku?”
Dokter Minho menghentikan sejenak aktifitas menulisnya. Ia menatap Kibum lekat-lekat, seperti ada sesuatu super penting yang ingin ia katakan.
“Jadi.. sedikit ada gangguan salam saraf pengingatmu. Sehingga kau menjadi.. yah, kau tahu kan? Mungkin ini faktor.. eumm..keturunan atau…”
“Atau apa dok? Aku.. tidak mengerti. Bisa tolong jelaskan lebih jelas dan perlahan?” Dokter Minho menghela nafasnya sejenak.
“Setelah serangkaian tes dan hasil scan yang kau lakukan seminggu lalu dan hari ini, sebenarnya anda.. anda menderita penyakit Alzheimer.” terlihat wajah dokter Minho yang tidak enak hati menyampaikan berita ini pada Kibum.
“Al..Al..Alz.. apa, dok?” “Alzheimer,”
“Apa itu? Semacam penyakit kelelahan kah?”
“Jeongmal anio. Bukan penyakit simple seperti itu,” (sama sekali bukan)
“Ma..maksud dokter?”
“Eumm.. ingatanmu dengan perlahan akan terhapus sedikit demi sedikit, Kibum-ssi.”
“Mwo?! Usiaku masih dua puluh tahun! Bagaimana bisa?!” (apa?!)
Dokter Minho diam, menarik nafas panjang sambil menutup matanya perlahan, lalu sedetik kemudian membukanya. Menatap Kibum dengan pandangan yang makin serius.
“Kibum-ssi, apa kau punya pekerjaan?”
“Anio, aku seorang mahasiswa.”
“Kalau begitu segera tinggalkan kuliahmu. Tidak akan lama lagi kau akan cepat melupakan pelajaran yang bahkan baru dosenmu sampaikan satu menit sebelumnya, kau akan kesulitan menerima telepon ataupun menulis pesan singkat. Bahkan kegiatan sehari-haripun kau akan kesulitan sendiri. Perlahan.. kau akan melupakan keluargamu, temanmu, kekasihmu, bahkan yang lebih fatal, kau bisa melupakan dirimu sendiri. Sedikit demi sedikit, semua ingatanmu.. akan terhapus secara sempurna.”
“Jadi..jadi..aku akan lupa ingatan? Begitu?”
“Maafkan aku Kibum-ssi,”
“Tapi, pasti ada cara untuk menyembuhkan penyakit ini kan? Beritahu aku apa obatnya, dok! Kumohon!!!”
“Obat-obatan hanya dapat memperlambat proses penghapusan ingatanmu, tapi tidak dapat menghilangkan proses penghapusan tersebut. Maaf, jeongmal mianhae.”
“Lalu bagaimana dengan operasi? Pasti bisa kan dok?!”
Dokter Minho terdiam agak lama. Menatap namja cantik menyedihkan dihadapannya ini dengan mimik wajah seolah tidak ingin membuatnya lebih menyedihkan.
“Maaf, belum ada untuk..alzheimer. Maafkan aku Kibum-ssi,”
Sejenak, Kibum tidak bisa memikirkan apapun. Dadanya terasa sesak, seperti ada sembilu besar yang menghantam jantungnya. Wajahnya terasa panas, matanya pun terasa ingin meleleh. Kibum menundukkan kepala sambil terus menjambaki rambut white blode nya. Hingga lelehan cairan hangat yang turun dari pelupuk mata Kibum tidak lagi dapat dihentikan, dan terus membasahi pipi tirusnya yang mulai memerah. Yang jelas bukan memerah seperti saat pertemuan pertamanya dengan Jinki. Jinki. Kibum teringat oleh Jinki. Bagaimana dengan Bunnynya nanti? Jinki oh Jinki~
**
Kibum mulai keluar dari rumah sakit dengan perasaan sedih tingkat maksimal sekaligus bingung. Ini benar-benar diluar dugaannya. Bagaimana bisa ingatannya akan terhapus? Bagaimana bisa ia akan benar-benar melupakan kenangan indah bersama Bunnynya? Langkah kaki Kibum sudah seperti orang mabuk yang terhuyung-huyung. Terik matahari begitu menyegat kepalanya.
Nyuut!
Rasanya sakit. Mata Kibum terasa berat dan kakinya tidak ingin berjalan lebih jauh lagi.
Key terduduk lemas di bangku taman kenangannya. Tempat dimana pertemuan pertamanya dengan Jinki. Kibum masih mengingat jelas saat itu jemari kokoh Jinki mengusap bibir merah Kibum di bagian bawahnya. Ingat saat semburat merah muda itu muncul. Ingat saat mata beningnya menantang mata bulan sabit meneduhkan milik Jinki. Kenangan ini. Kenangan manis ini..sedikit lagi akan terhapus dengan perlahan. Kenangan yang pasti tidak bisa Kibum kenang lagi. Bunny, jeongmal mianhae. Jeongmal saranghae~
*
Benda layar sentuh itu mengedip-ngedip heboh. Segera Jinki meraihnya dan melihat siapa orang yang menghubunginya.
“Eumm.. Jonghyun?” gumamnya melirik nama yang tertera dari benda layar sentuhnya. ‘kenapa bukan Key saja sih?!’ rutuknya dalam hati. Jinki tahu, kalau Jonghyun itu adalah hyungnya Kibum. Mereka jadi akrab sejak satu hari setelah pertemuannya dengan Kibum di taman.
“Yoboseyo?” (halo?) ucap Jinki setelah memencet tombol hijau.
“Ah, Jinki-hyung! Kau ada dimana? Apa ada Kibum bersamamu?”
“Eh? Kibum? Aku baru pulang dari rumah umma, mana mungkin aku melihatnya.”
“Ah, baiklah hyung. Komawo!” (terima kasih!)
TUUUUUTTTTTTTT
Telepon pun terputus begitu saja, menyisakan perasaan kurang enak untuk Jinki. Ia menjadi cemas, dimana sebenarnya Kibum berada? Bagaimana bisa ia tidak pulang ke rumah malam-malam begini? Tidak tahukah? Jinki sangat cemas dengan keadaan Kibum. Tentu saja ia tidak bisa diam saja mengetahui kekasihnya itu belum berada di rumahnya.
Jinki segera berjalan meninggalkan apartment dan menuju basement tempat ia memarkirkan Honda Civic nya. Melajukannya dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan malam kota Seoul, mencari keberadaan Keynya.
**
Ini gila! Sudah satu jam Jinki mencari, namun ia tetap tidak menemukan keberadaan Kibum. Terlintas dalam benaknya sebuah tempat yang sangat krusial. Jinki semakin mamacu Honda Civicnya menuju tempat itu. Tempat dimana pertemuan indah itu berlangsung tiga bulan lalu. Jinki percaya pada firasatnya yang jarang meleset dari kenyataan.
Usai memarkir mobilnya asal, Jinki secepat kilat turun dari mobil dan berlari menembus hamparan dandelion liar ini. Jinki terus berlari, hingga akhirnya sepasang mata bulan sabitnya tertambat pada sesosok namja berpunggung ramping yang tengah terduduk di tengah hamparan dandelion liar ini.
“Key?” Jinki mengusap pelan bahu namja tersebut. Merasa bahunya diusap oleh seseorang dari belakang, namja berpunggung ramping itu menoleh.
AIGO! (yaampun!)
“Bun..ny,” Sejurus kemudian Jinki memeluk Kibum dengan erat, seakan takut akan kehilangan hal yang paling dicintainya setelah keluarganya.
“Hyung,”
“Pabbo! Kalau kau ingin pergi ke tempat seperti ini sebaiknya menghubungiku dulu! Kau membuatku cemas setengah mati, Key!” (bodoh!) ucap Jinki masih memeluk erat Keynya.
“Tidak hyung..” perlahan, Kibum melepaskan pelukan erat nan menghangatkan Jinki dari tubuhnya. Menatap mata bulan sabit itu dengan nanar menyedihkan.
“Ini harus diakhiri,”
“Eh? Apanya?” tanya Jinki heran. Tidak mengerti arah pembicaraan Kibum.
“Hubungan kita.. ini tidak bisa dilanjutkan, hyung.”
“A-apa maksudmu?”
“Kita putus saja, hyung!”
“Mwo?! Wae? Apa ada namja lain? Nugu?! Beri tahu aku siapa orangnya! Aku bersumpah akan menjadi namja yang lebih baik dari dia! Siapapun dia, kumohon.” (apa?! kenapa? apa ada pria lain? siapa?!) pinta Jinki.
“Tidak ada yang lain, hyung.”
“Lalu?”
“……”
“Jawab aku, Key..”
“……”
“Key! Jawablah!”
“……”
“KEY! JAWABLAH PERTANYAANKU! APA KAU BISU?!!”
“ALZHEIMER HYUNG!!! AKU TERKENA ALZHEIMER!!! APA KAU TAHU? AKU DIVONIS TERKENA ALZHEIMER!!! ITU SANGAT MENYEDIHKAN, HYUNG! SAKIT RASANYA MENERIMA KENYATAAN ITU!!!!!” perlahan, airmata yang Kibum tahan sejak tadi, mulai jatuh membasahi pipi tirusnya. Pipinya memerah menahan sakit dalam hati yang sejak tadi menjerit minta dikeluarkan.
“A..Al..Alzheimer?”
“Dokter bilang.. perlahan aku akan melupakan ingatanku, hyung. Seperti ada sebuah alat penghapus yang bersarang di otakku, aku akan melupakan semua hal yang pernah aku ingat. Aku akan melupakan teman-temanku, keuargaku, kekasihku, bahkan.. aku akan melupakan diriku sendiri, hyung! Hahaha, lucu bukan?”
“……” Jinki terdiam, memilih untuk tidak merespon Kibum.
“Ayo kita berpisah,”
“MWO?!” (APA?!)
“Ternyata benar kata orang.. dalam satu hubungan, pasti ada salah satu pihak yang tidak selamanya bahagia.” Kibum mulai meracau.
“Apa yang kau bicarakan?” Jinki semakin bingung dengan racauan Kibum.
“Ini sudah berakhir! Pikirkan itu! Mana bisa saling mencintai jika ingatanku tentang hubungan kita akan segera terhapus? Aku akan segera melupakanmu, hyung. Kau harus tahu itu..”
“Aku akan membantumu mengingatnya,”
“Andwaeyo! Kau terlalu percaya diri! Tidak ada yang dapat menyembuhkan penyakitku ini, hyung!” (kau tak bisa!)
“Uangku banyak, aku akan mencari dokter hebat untuk menyembuhkanmu! Hiduplah bersamaku , Key..”
“Sudahlah! Tinggalkan aku sekarang, Bunn!”
“Hiduplah bersamaku..”
“Berhentilah berbuat baik padaku, Bunny! Aku akan segera melupakanmu, kau ingat? Hidupmu akan menyakitkan bila bersamaku..”
“Hiduplah bersamaku, kubilang..”
“Pabbo! Cepat, tinggalkanlah aku..”
“BERISIK! SUDAH KUBILANG, HIDUPLAH BERSAMAKU!! KAU INGAT JANJIKU SAAT DI PANTAI WAKTU ITU? KAU SENDIRI YANG MENYURUHKU UNTUK TIDAK MENINGGALKANMU, NE?” Jinki menarik Kibum dalam pelukannya. Mendekap namja cantik itu dengan sangat erat dan membiarkannya menangis dalam dada bidangnya.
“Mungkin nanti akan menyakitkan bagiku, tapi.. kumohon, hiduplah bersamaku hingga akhir nanti, Key~”
“Pabbo-ya! Kau terlalu cengeng, Bunn! Aku akan pergi, kumohon lepaskanlah aku!”
“Aku sudah katakan akan membantu mengingat semuanya!”
“Kita harus melupakan semuanya! Selama perasaanmu belum terlalu dalam, mari kita berpisah.”
“Andwae! I can’t live without you, pabbo-ah! Jeongmal saranghaneun!” (aku tidak bisa! aku sangat mencintaimu!)
“Bunny.. huks..” Perlahan, Kibum membalas pelukan Jinki dan memeluk namja tampan itu dengan sangat sangat erat.
Sepasang kekasih itu, menangis bersama ditengah dinginnya malam. Disaksikan senyuman bulan purnama dan kebisuan para bintang disekitarnya. Hanya hembusan angin dan tarian dandelion liar yang setia menghibur mereka. Suasananya sangat berbanding terbalik dengan pertemuan pertama mereka, namun alam lagi-lagi dengan setia menjadi saksi bisunya~
*****
Tepat delapan bulan Kibum tinggal di rumah Jinki. Jonghyun sebenarnya merasa tak enak hati, namun karena Jinki memaksa hingga bersujud memohon pada Jonghyun agar Kibum tinggal bersamanya, ia hanya bisa mengangguk pasrah. Selama Kibum masih dekat dalam jangkauannya, tak masalah. Jinki pun memutuskan untuk memindahkan seluruh pekerjaannya ke apartment. Tentu saja ingin meluangkan waktunya dengan Kibum. Tak ada aktifitas berat yang dilakukan Kibum. Setelah bangun tidur, mandi, sarapan, minum obat, menonton kartun kesayangannya, makan siang, tidur siang, bangun lagi, mandi sore, menonton kartun lagi, makan malam, minum obat lagi, menjalani tes kecil bersama Jinki untuk menjalankan fungsi saraf pengingatnya, lalu kembali tidur. Begitu seterusnya selama delapan bulan belakangan ini. Hanya obat-obatan yang setia menemaninya. Karena semakin hari, ingatan Kibum semakin melemah.
Nyuut
“Yoboseyo? Wae kau menelponku, Jinki-hyung?” (halo? kenapa kau meneleponku, kak Jinki?) tanya suara dari seberang sana.
“Taemin-ah, bisakah kau kesini untuk menemani Key sebentar? Aku ingin membeli buah-buahan untuknya. Umm.. aku ragu bila mengajaknya nanti. Apalagi bila kutinggalkan dia sendiri disini,”
Jinki melirik Kibum sekilas. Memastikan kekasihnya tersebut dalam keadaan baik-baik saja. Kibum tampak antusias menonton acara kartun animasi Spongebob Squarepants kesayangannya. Kibum tersenyum geli lalu tertawa renyah. Jinki tersenyum kecil, senang melihat Kibum ceria seperti itu. Namun di dalam lubuk hati Jinki yang paling dalam, ia merasa sakit. Seperti ada pisau tajam yang mengiris hatinya menjadi kepingan-kepingan kecil. Ia juga takut. Takut kalau itu tawa dan senyuman terakhir Kibum yang ia lihat. Takut suatu saat nanti dirinya tidak bisa merawat dan menjaga Kibum lagi. Takut kalau Kibum benar-benar hilang ingatan, atau lebih tepatnya melupakan dirinya, melupakan kenangan-kenangan indah yang pernah mereka ciptakan selama satu tahun ini.
Firasat tak enak ini.. jujur, ia tak mau sampai firasat ini terjadi padanya. Jinki tak boleh pesimis. Ia yakin, selama nafasnya belum sampai ke kerongkongan, ia akan terus dan terus menjaga Kibum hingga akhir hayatnya~
Tanpa sadar, dua anak sungai dari mata bulan sabit meneduhkan itu mengalir membasahi kedua pipi tomat ranumnya. Langsung buru-buru ia menghapusnya. Lalu Jinki sadar dari lamunannya, dia mengacangi dongsaengnya yang kini sudah menyalak-nyalak menganggil namanya.
“Jinki-hyung! Hey! Apa kau baik-baik saja? Mengapa daritadi kau diam?” “A-anio. Hukss.. Jadi, bagaimana? Kau bisa kesini sekarang?”
“Hyung, apa kau habis menangis? Arraseo. Aku akan kesana, tunggulah.” (baiklah, aku akan kesana. Tunggulah,)
“Anio, okay bye,”
Klik.
**
Sudah satu jam Jinki meninggalkan apartementnya. Hanya apartementnya? Oh tentu tidak, masih ada Kibum dan Taemin. Ingat?
“Hhhh~” Kibum mengigau mengerikan dalam tidurnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Peluhpun membasahi kedua pipi tirusnya. Kibum bergerak kesana kemari tidak jelas, padahal matanya masih tertutup dan posisinya masih tertidur di atas ranjang. Kibum saat ini seperti orang kejang-kejang, lalu..
“AAAHHHHH!!!” Mendengar raungan keras Kibum, Taemin langsung menghampiri Kibum yang masih kejang.
“Kibum-ah! Kau kenapa?” Taemin menepuk kedua pipi tirus Kibum.
“Kibum-ah! Sadarlah!” Karena tak tahu lagi apa yang harus dilakukan, kali ini Taemin beralih untuk mengguncang tubuh Kibum yang masih menggeliat kejang.
“KIBUM-AH! KAJJA BANGUN! SADARLAH! KAU KENAPA?!” (AYO BANGUN!) Taemin mengguncang tubuh Kibum lebih kuat. Berhasil. Kibum berhasil membuka matanya. Peluh terus bercucuran mengaliri siluet cantik wajah mulusnya. Setelah beberapa detik, ia bangun. Duduk bersila menghadap Taemin.
“K-kau siapa?” tanya Kibum pada Taemin. Taemin menghela nafas, tahu pasti kalau Kibum akan menanyakan soal ini. Hyung-nya yang bertemu dengan Kibum setiap hari saja terlupakan, bagaimana dengan dirinya yang berkunjung tak lebih dari satu kali dalam seminggu?
“Aku Taemin, teman satu kampusmu, dongsaeng dari Jinki-hyung. Sudahlah, tak perlu dijelaskan panjang lebar. Kau pasti akan melupakanku besok.” Kibum hanya diam, kini menatap seprai pink yang ia duduki dengan tatapan kosong. Ia mendesah tak kentara,
“Wae kau tadi……” belum sempat Taemin menyelesaikan kalimatnya, Kibum memotong.
“Mimpi buruk. Aku takut sekali. Aku bermimpi kalau.. seseorang yang entah siapa, akan mengalami musibah. Kecelakaan. Dan aku.. aku… aaahhh,”
Kibum menggelengkan kepalanya, masih menatap seprai dengan tatapan yang.. jujur, menurut Taemin itu pandangan mengerikan dari mata Kibum. Taemin mengerti, mungkin Kibum hanya mimpi buruk. Tidak berpengaruh apa-apa. Semoga.
**
Dua jam
Tiga jam
Empat jam
Empat jam sudah Jinki pergi dan sampai sekarang belum kembali. Ia dimana? Bisa-bisanya meninggalkan Taemin beserta Kibum di apartment seluas ini hanya berdua?! Kalau pergi hanya dua jam, tidak masalah. Bila empat jam seperti ini siapa yang tidak bosan menunggu?! Dan Taemin tidak suka menunggu sesuatu terlalu lama. Catat itu.
Dengan sisa kesabarannya, Taemin mulai memencet-mencet tombol dalam ponsel yang ia pegang. Mencari daftar nama pada kontaknya, lalu menekan tombol hijau.
Tuutt
Tak ada respon. Mungkin Jinki sedang dalam perjalanan pulang. Lalu setelah jeda beberapa menit, Taemin mencoba menelepon Jinki.
Tuutt
Sial. Tak ada respon lagi. Pergi kemana hyung-nya ini? Tak tahukah Jinki? Berlama-lama dengan manusia sedikit tak waras itu menularkan virus tak waras juga, tahu! Bisa-bisanya hyung-nya itu betah selama delapan bulan bersama orang seperti Kibum. ‘Oh yaa tentu saja karena cinta. Yang membuatnya membutakan segalanya~’ Pikir Taemin sarkatis.
Taemin sudah tidak sabar, kemudian mulai menelepon Jinki lagi. Bagus, kali ini tersambung.
“JINKI-HYUNG! KAU DIMANA?! MEMBELI BUAH SAMPAI EMPAT JAM SEGALA?! KAU GILA, HYUNG!”
“M-maaf. Apa.. anda salah satu keluarga dari Lee Jinki-ssi?” tanya suara lain dari seberang sana. Taemin mengernyit. Ini..jelas sekali bukan suara hyung-nya. Lalu siapa?
“B-benar. Ada apa memangnya? Maaf, anda siapa?”
“Kami dari pihak kepolisian lalu lintas Seoul, sedang menangani kasus kecelakaan yang menimpa Jinki-ssi. Beliau meninggal di tempat……”
DEG!
DEG!
DEG!
Sejenak Taemin terdiam. Saraf-sarafnya menegang, membuat tubuhnya kaku tak dapat digerakkan. Ponsel yang dipegangnya sukses meluncur dari genggaman menuju lantai dan mendarat dengan –yang untungnya- selamat sentosa.
Taemin melirik Kibum yang sedang asik memakan kimchinya sekilas. Mimpi namja cantik itu.. mengapa harus jadi kenyataan? Dan mengapa harus terjadi pada hyung-nya?
*****
Kibum memandang pusara tersebut dengan pandangan kosong. Mata beningnya tidak mengeluarkan sedikitpun cairan bening nan hangat seperti namja manis disebelahnya, Taemin.
Sudah tiga hari setelah kepergian Jinki. Tentu menjadi kesedihan yang mendalam bagi Taemin -dan juga Kibum- karena merekalah yang terakhir kali melihat Jinki tersenyum. Melihat tubuh tegap hyung mereka melenggang meninggalkan pintu apartment dan berakhir pada jalan raya yang tidak begitu jauh dari apartment tersebut.
Menurut saksi mata yang melihat kecelakaan tragis yang menimpa hyung-nya, mobil Jinki melanggar lampu merah. Honda Civic Jinki dihantam oleh sebuah truk besar lalu berputar dalam sebuah poros lima kali dan akhirnya terjun ke sungai.
Nyuut.
Taemin tidak bisa membayangkan kalau dirinya dalam posisi Jinki saat itu. Apalagi namja cantik disebelahnya ini?!
Tes
Tes
Tes
Setets jatuh, pasti yang lain akan mengikuti. Air mata Taemin jatuh membasahi gundukan tanah merah berkepala nisan. Dimana tertulis rapi dalam nisan tersebut nama hyung tercintanya.
“Hyung, huks.. Kau belum tahu ya? Namja cantik di sebelahku ini sebenarnya memimpikanmu tiga jam sebelum aku mendapat kabar buruk itu. Sesungguhnya dia.. dia takut akan mimpi itu, hyung. Dia bercerita padaku saat kau pergi. Huks huks.. Kupikir itu hanya mimpi buruk dan tidak berpengaruh apa-apa. Huks.. Dan sayangnya malah terjadi padamu, hyung. Huks..”
Taemin merosot jatuh terduduk disamping pusara Jinki. Diikuti Kibum yang masih memandang pusara kekasihnya itu dalam diam dan dengan tatapan kosong. Entah dia sedang berpikir atau apa. Taemin yakin, ia tak mungkin berpikir untuk ini. Untuk kesedihan mendalam ini. Untuk kepergian hyung mereka yang secepat ini. Yang menggoreskan luka baru nan menyakitkan dalam hati bagi dua orang yang amat sangat dicintai oleh Jinki. Figur panutan mereka, figur malaikat baik hati dan menenangkan dalam pandangan mereka, figur yang juga paling dicintai oleh mereka.
“Dia.. aneh sekali, ne? Huks huks..” tambah Taemin.
Tiba-tiba sebuah jari telunjuk menyentuh pelan nisan dalam gundukan tanah tersebut. Yang tak lain adalah telunjuk Kibum. Disela tangisnya, Taemin mengernyit melihat Kibum. Mau apa sahabatnya tersebut mengelus nisan hyung-nya? Tak tahukah namja cantik itu bahwa ini pusara kekasihnya (baca: kekasih Kibum)? Yang dulu ia bangga-banggakan dan sekarang malah terlupakan seperti ini.
Taemin masih berusaha bersabar untuk tidak menjauhi Kibum. Karena ini perintah Jinki sendiri seminggu sebelum kecelakaan tragis menimpanya.
“Lee… Jin Ki,” eja Kibum yang telunjuknya masih menyentuh nisan tersebut. Lalu Kibum menoleh ke arah Taemin yang menatapnya setengah heran.
“Beritahu aku kalau aku pernah mengenal nama ini,” ucap Kibum. Taemin mengangkat satu alisnya, heran. Kemudian menghela nafas panjang.
“Percuma bila kuberitahu, kau pasti akan melupakannya satu detik kemudian.”
“Tidak. A-aku merasa pernah mengenal nama ini. Dan.. dan kami……”
Sejenak, pikiran Kibum melayang lagi. Seperti ada dorongan untuk menjalankan fungsi saraf pengingatnya yang sekarang sudah tak berfungsi senormal orang lain. Kepalanya terasa seperti di tusuk-tusuk, namun kali ini tidak sesakit saat ia mengetahui penyakit mengerikan yang akan menyerang saraf pengingatnya hingga akhirnya seperti ini.
Terlintas sebuah siluet wajah malaikat Jinki dibenaknya. Lalu perlahan kenangan saat di taman waktu pertemuan pertamanya dengan Jinki muncul. Saat dimana jemari kokoh itu mengelus bagian bawah bibir merahnya, saat mata mereka bertumbukan dan menimbulkan percikan kilat tak kasatmata. Kemudian saat di pantai, saat di mobil dimana Jinki mengucapkan kata krusial itu, saat ia disangka gila oleh Jonghyun karena terbawa euforia, saat mengingat panggilan sayang Jinki untuknya begitupun sebaliknya, saat malam ulang tahun Jinki yang sebenarnya mereka rayakan satu hari lebih cepat. Saat dimana Jinki dan dirinya tersenyum dan tertawa riang sepanjang malam hanya berdua. Ya, hanya berdua. Kenangan manis yang tercipta oleh mereka berdua. Tanpa ia sadari, saraf pengingatnya kembali berfungsi.
Kibum akhirnya meneteskan cairan bening nan hangat itu. Taemin hanya melongo sekaligus terpana melihat Kibum yang terisak. ‘Orang yang terkena Alzheimer bisa menangis juga ya?’ tanya Taemin tak percaya, walaupun bertanya dalam hati.
“Lee Jinki dan Bunny. Apakah.. huks.. mereka sama? Kurasa iya, benarkan?” Kibum bertanya pada Taemin yang dibalas dengan anggukan.
“Apakah.. dia pernah menjadi bagian dari hidupku?” Taemin mengangguk lagi.
“Apakah.. juga ada suatu hubungan diantara kami?” Taemin seperti hiasan anjing kecil yang menjadi pajangan di dashboard mobil-mobil. Ia hanya bisa mengangguk-angguk menjawab pertanyaan Kibum.
Kibum kemudian berpaling memandangi nisan Jinki. Ia melihat tanggal yang tertera pada nisan tersebut.
Tiga hari yang lalu. Tiga hari lalu jasad dalam pusara ini meninggal. Tiga hari lalu dan mengapa baru sekarang Kibum sadari? Kemana saja dirinya selama ini? Nyawanya pergi kemana saja tiga hari lalu? Atau tepatnya delapan bulan ini?
Sekelebat perkataan dokter Minho sembilan bulan lalu melintas, bahwa dirinya menderita penyakit Alzheimer. Penyakit mengerikan itu, yang kini berangsur menghilang dan semoga tak kembali.
Kibum lalu mengelus nisan itu lagi, mengecupnya, lalu memeluknya dengan erat. Membayangkan ia mengelus, mengecup dan memeluk erat tubuh Jinki. Selintas ia merasakan aroma parfum dan maskulin Jinki. Hatinya berdesir lembut. Sesungguhnya, ia rindu dan akan selalu rindu dengan aroma ini. Aroma yang selalu disukainya.
Kibum terisak, tubuhnya terguncang hebat sambil memeluk nisan Jinki. Dalam hati ia berdoa pada Tuhan agar Jinki tenang di alam sana. Berterima kasih kepada-Nya dan juga Jinki yang selalu mendoakan dirinya sehingga terbebas dari penyakit mengerikan ini. Sekaligus bertanya dalam hati entah ditujukan pada siapa, ‘apa semua ini sudah terlambat?’
*****
Kibum semakin sering mengunjungi makam kekasihnya itu. Ia tak pernah absen barang satu haripun. Membuat Taemin semakin mengerti kalau sahabatnya ini berangsur sembuh dari Alzheimer.
Bunga lily putih yang dipetik Kibum dari taman kenangannya bersama Jinki, juga tidak pernah absen menemani Kibum mengunjungi makam.
“Annyeong, Bunny. Selamat pagi. Bagaimana tidurmu semalam? Apakah kau memimpikanku? Dangsin kkumeul kkwoseoyo.” (aku memimpikanmu) Kibum mulai bermonolog sendiri.
“Bunny, dengar ya. Aku akan menyanyikan sebuah lagu yang kukarang sendiri. Andai kau masih ada, kita pasti akan menjadi duet maut. Hahaha,” Kibum terkekeh sendiri. Tau saat ia terkekeh seperti ini, Jinki akan menyebutnya ‘Kawaii~’
Kibum bersiap membuka mulut, menyenandungkan lagu buatannya sendiri untuk Jinki tersayang.
“Last night in my dreams,
you drew close to me
your whispered words,
your hair that brushed against my face
when I woke up from my dream,
it was all too clear
that your presence was nothing but a dream,
the tears in my eyes told me
you can’t, you can’t, don’t leave like this
please just one more time, one more time,
hold me as I stay still in that spot
even when I open my eyes
only your figure is clear
that your presence was nothing but a dream,
the sadness reflected in my tears told me
you can’t, you can’t, don’t leave like this
please just one more time, one more time,
hold me in your arms again
the next time I close my eyes to meet you
hold me as I stay still in that spot
I try and even though I try,
I insist, I insist,
come back to me
you can’t, you can’t, don’t leave like this
please just one more time, one more time,
hold me in your arms again
you can’t, you can’t, don’t leave like this
please just one more time, one more time,
hold me in your arms again
the next time I close my eyes to meet you
hold me as I stay still in that spot”
Kibum menyelesaikan lagunya. Ia tersenyum pada pusara kekasihnya. Memandang pusara tersebut seolah Jinki sedang tertidur.
“Bunn, neomu neomu kamsahamnida untuk semuanya, ne? Segala kenangan yang pernah kau lukiskan dalam hidupku. Atas kesetiaanmu dalam menjaga hubungan kita. Atas kesabaranmu menjaga dan merawatku selama ini. Atas doamu sampai aku sembuh seperti sedia kala. Ah sudahlah, pokoknya terima kasih atas segala-galanya. Kau tahu kan aku tak pandai menyusun kata-kata. Tak seperti dirimu, Bunn.”
“Sepi rasanya tanpa kehadiranmu, Bunn. Padahal kau sudah berjanji untuk tidak meninggalkanku ya? Tapi…ehm tak apalah untukmu,”
“Kau tahu? Jeongmal bogoshippeo~” (aku sangat merindukanmu~) Airmata Kibum mengaliri pipi tirusnya. Pipi yang pernah dikecup oleh namja tampannya.
Perlahan, Kibum mengelus nisan bertuliskan nama kekasihnya itu. Mengecupnya lalu memeluknya dengan erat, layaknya mengecup dan memeluk Jinki yang sedang tertidur. Ya, hanya tertidur.
“Jeongmal, neomu neomu saranghae, Bunny.” (aku amat sangat mencintaimu, Bunny)
-Tamat-
**********
ga sedih ya? author malah ngerasa sedih banget wkw #deardiary #curhatanauthor. Lagu yang dinyanyiin Key itu judulnya Please Don’t Go yang dinyanyiin Onew sama Jonghyun tapi ini translation nyaa haha. Itu lagu enak banget! siapa dulu dong yang nyanyiin? appa dan oppa gueh (?) :p
Sekian ya ff oneshoot berchaptered saya yang gak jelas ini. Kritik & saran bisa comment atau mention @FirliWirany. Difollow juga boleh :p :D
Kamsahamnida for read^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar